LawanStroke

Jeffrie Gerry
0

 


Tentang Saya – Jeffrie Gerry: Pejuang Stroke yang Tidak Menyerah

Halo, perkenalkan saya Jeffrie Gerry.

Saya bukan siapa-siapa, kecuali seorang manusia biasa yang sedang menjalani pertarungan luar biasa. Saat saya menulis bagian ini untuk blog pribadi saya, saya sedang berada dalam masa pemulihan dari penyakit stroke yang mengubah seluruh arah hidup saya. Jenis stroke yang saya alami bukanlah stroke biasa, tapi disebut Stroke Vertigo Sentral, sebuah gangguan yang menyerang pusat kendali keseimbangan di otak. Dampaknya tidak main-main: seluruh tubuh saya sempat tidak berfungsi. Ya, seluruhnya—dari ujung kepala hingga ujung kaki. Saya sempat tidak bisa bicara, tidak bisa berjalan, tidak bisa makan sendiri, tidak bisa menulis, bahkan tidak bisa sekadar menggoyangkan jari.

Tapi saya masih hidup.

Dan karena itu, saya percaya bahwa Tuhan Yang Maha Esa telah memberi saya kesempatan kedua. Kesempatan untuk memperbaiki, mengabarkan, dan membagikan apa yang saya alami—agar bukan hanya menjadi cerita penderitaan, tetapi juga menjadi cahaya bagi siapa pun yang sedang menghadapi kondisi yang sama.

Dari Tak Berdaya Menjadi Penulis Kembali

Saat stroke menyerang, saya pikir semuanya telah berakhir. Pikiran saya sempat kacau. Saya bahkan tak bisa membedakan antara kenyataan dan mimpi. Namun perlahan, satu demi satu kemampuan saya mulai kembali. Tidak instan, tidak mudah. Saya memulai dari titik nol—belajar kembali mengenali huruf, membiasakan jari untuk menekan tuts keyboard meski dengan tangan yang masih gemetar, dan membiasakan otak untuk menyusun kalimat. Walau saya belum bisa berjalan sampai hari ini, saya bersyukur bahwa saya bisa menulis. Dan itulah yang saya lakukan: menulis sebagai bentuk terapi jiwa dan harapan.

Blog ini saya bangun bukan untuk mencari simpati, melainkan untuk berbagi realitas. Apa yang Anda baca di sini adalah kisah nyata, tanpa dibuat-buat, tanpa dramatisasi. Semua adalah kesaksian hidup saya sendiri, seorang pejuang stroke yang sedang berjuang dari ranjang, dari kursi roda, dari dunia yang lambat namun penuh makna.

Obat Itu Bukan Musuh, Tapi Penyambung Hidup

Satu pelajaran terbesar yang saya alami dan ingin saya tegaskan kepada pembaca, khususnya sesama penderita stroke, adalah: jangan sekali-kali menghentikan atau mengganti obat dokter dengan alternatif lain yang tidak terbukti secara medis.

Izinkan saya jujur: saya adalah korban dari keputusan saya sendiri.

Setelah serangan stroke pertama, saya merasa "lebih baik". Saya mulai tergoda untuk mengurangi dosis obat. Lalu perlahan saya berhenti sama sekali. Saya berpikir: mungkin herbal bisa menggantikan. Saya mencoba berbagai jenis pengobatan alternatif: obat herbal, terapi angkung, laser, pijat energi, dan lain-lain. Hasilnya? Saya malah terkena stroke kedua. Dan kali ini jauh lebih parah dari yang pertama.

Saya menyesal. Sangat menyesal.

Dan karena itulah saya menulis ini dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab moral: Obat dokter itu penting. Obat dokter menyelamatkan saya.

Sekarang saya minum 10 butir obat per hari. Setiap pagi dan malam. Kadang pahit, kadang membuat lambung perih. Tapi saya tahu, itu adalah pilihan terbaik daripada mati. Saya minum dengan tekad yang bulat: saya ingin sembuh, saya ingin hidup, saya ingin menulis terus.

Jadi untuk Anda, para pejuang stroke, jangan bodohi diri dengan mengira Anda bisa sembuh total tanpa obat medis. Jangan percaya testimoni di luar sana yang menawarkan jalan pintas. Pengalaman saya menjadi bukti bahwa jalan pintas justru membawa saya ke jurang yang lebih dalam.

Menemukan Makna di Tengah Derita

Sejak saya tidak bisa berjalan, saya banyak berpikir. Tentang makna hidup, tentang kesehatan yang selama ini saya anggap sepele, tentang tubuh yang selama ini saya anggap kuat. Dan saya sadar: hidup itu bukan soal seberapa cepat kita berlari, tapi seberapa kuat kita bertahan ketika kita tidak bisa lagi melangkah.

Dulu saya mungkin mengejar dunia terlalu keras. Kini saya belajar memperlambat. Saya belajar mendengar tubuh saya sendiri, menghargai setiap detak jantung, setiap tarikan napas, dan setiap huruf yang berhasil saya ketik meski dengan susah payah.

Dan saya belajar satu hal yang paling penting: hidup bukan milik kita sepenuhnya. Hidup ini adalah titipan, dan harus dijalani dengan penuh tanggung jawab.

Untuk Anda yang Mendapat Kesempatan Kedua

Jika Anda, seperti saya, mendapat kesempatan kedua untuk hidup, jangan sia-siakan. Jadikan itu sebagai momentum untuk berubah. Untuk menjadi lebih sehat, lebih bijak, lebih sadar akan waktu dan hubungan dengan sesama.

Berdoalah. Jangan putus harapan. Tapi juga berobatlah secara medis. Jangan bermain-main dengan nyawa sendiri. Jika Anda merasa sehat, itu bagus. Tapi jangan abaikan obat karena merasa sudah tidak ada gejala. Stroke itu diam-diam mengintai. Dan jika menyerang untuk kedua kalinya, ia datang lebih ganas, lebih sadis, dan lebih tak terduga.

Saya di sini, masih menulis, karena saya sadar bahwa tulisan ini bisa menyelamatkan orang lain dari kesalahan yang sama. Jika satu orang saja membaca ini dan memutuskan untuk tetap minum obatnya, saya akan merasa hidup saya lebih bermakna.

Akhir Kata: Menulislah, Bernapaslah, Sembuhlah

Saya tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Mungkin saya masih di kursi roda. Mungkin saya akan berjalan perlahan. Atau mungkin saya akan berlari di dunia impian saya. Tapi yang saya tahu: selama saya bisa berpikir dan menulis, saya akan terus berbagi. Bukan karena saya hebat, tapi karena saya tahu betapa menyakitkannya menghadapi penyakit ini sendirian.

Semoga blog ini menjadi teman Anda. Semoga tulisan saya menjadi obat jiwa Anda. Dan semoga Anda yang membaca ini, bisa menjadi penyambung pesan kehidupan bagi orang lain juga.

Salam hangat dari saya,

Jeffrie Gerry
Pejuang Stroke | Penulis Kehidupan | Pembelajar Kedua Kali

Post a Comment

0Comments

Post a Comment (0)